Pemuja.com – Laporan eksklusif Haaretz, surat kabar harian tertua dan paling berpengaruh di Israel, mengungkap praktik kontroversial militer Israel yang menyewa kontraktor sipil untuk menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di Jalur Gaza.
Bukan hanya bagian dari operasi militer, penghancuran ini disinyalir telah menjadi ladang bisnis yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu, termasuk kontraktor yang dibayar berdasarkan “unit” rumah yang berhasil diratakan.
Penyewaan Kontraktor, Apa Motifnya?
Menurut laporan tersebut, setiap kontraktor menerima bayaran sebesar 5.000 shekel (sekitar Rp24 juta) untuk setiap rumah yang dihancurkan.
Seorang mantan tentara yang diwawancarai menyebut, “Jika tidak ada rumah yang dihancurkan, mereka (kontraktor) merasa rugi. Maka kami berusaha menciptakan pekerjaan untuk mereka.”
Laporan ini menimbulkan kekhawatiran bahwa ada insentif ekonomi yang mendorong eskalasi kekerasan dan perluasan penghancuran, bahkan terhadap properti yang tidak memiliki nilai strategis militer.
Kontraktor Beroperasi Dekat Jalur Bantuan Kemanusiaan
Kontraktor disebut beroperasi di area yang berdekatan dengan pusat distribusi bantuan kemanusiaan, seperti fasilitas Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didirikan Israel dan AS.
Lokasi ini biasanya dipadati oleh warga sipil yang sedang mengantre makanan dan air. Ketegangan meningkat karena kehadiran alat berat dan militer memperburuk situasi kemanusiaan.
Dugaan Manipulasi Keamanan dan Eksploitasi Sipil
Lebih mengkhawatirkan lagi, laporan menyebut bahwa beberapa kontraktor dengan sengaja memicu “insiden keamanan” guna memperoleh perlindungan ekstra dari militer.
Dalam salah satu kejadian tragis, tentara Israel melepaskan tembakan setelah laporan palsu diterima tentang ancaman dari kerumunan. Insiden ini mengakibatkan korban jiwa di kalangan warga sipil, termasuk anak-anak dan lansia.
Reaksi Dunia dan Pertanyaan Etika
Sejumlah organisasi hak asasi manusia, seperti Human Rights Watch dan Amnesty International, mengecam praktik ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional.
Penggunaan kontraktor sipil dalam operasi penghancuran di zona konflik aktif dianggap sebagai bentuk outsourcing kekerasan yang tidak memiliki akuntabilitas hukum.
Meski laporan ini telah menyita perhatian publik, pihak militer Israel belum memberikan tanggapan resmi. Pemerintah Palestina menyebut tindakan ini sebagai bukti “dehumanisasi sistemik” terhadap warga Palestina.
Baca Artikel Lainnya :
- Asa Pupus : Timnas Indonesia Gugur dari Kualifikasi Piala Dunia
- Gempa Dahsyat Guncang Filipina Selatan, Tsunami Terdeteksi
- Israel–Palestina: Gencatan Senjata Dimulai, Namun Serangan Masih Terjadi
- Tolak Atlet Senam Israel di Kejuaraan Dunia 2025
- Sekolah Garuda: Langkah Strategis Menuju Indonesia Emas 2045
Leave a comment