Pemuja.com – Di tengah gelombang krisis kemanusiaan yang terus memburuk di Jalur Gaza, dunia kehilangan satu dari sedikit suara kemanusiaan yang tersisa.
Dr. Marwan Al Sultan, Direktur utama Rumah Sakit Indonesia fasilitas kesehatan terbesar di Gaza Utara tewas dalam serangan udara Israel pada 2 Juli 2025.
Ia tidak hanya seorang dokter, tetapi simbol ketahanan, dedikasi, dan harapan bagi ribuan warga Palestina yang hidup di bawah bayang-bayang perang.
Pengabdian Terhormat untuk Gaza
Dr. Marwan adalah satu-satunya ahli jantung yang tersisa di Gaza Utara, dan sejak 2016 telah memimpin RS Indonesia dengan sumber daya yang kian menipis.
Meski rumah sakit beberapa kali terkena dampak serangan, ia menolak meninggalkan posnya. “Selama satu pasien masih bernafas, tugas saya belum selesai,” katanya dalam sebuah wawancara pada awal 2024.
Dengan tempat tidur rumah sakit yang melebihi kapasitas dan pasokan medis yang nyaris habis, Dr. Marwan adalah penggerak utama sistem perawatan krisis. Tak jarang, ia tidur di ruang ICU, melakukan operasi dengan cahaya darurat karena listrik padam.
Penyerangan yang Terarah?
Serangan udara Israel yang menewaskan Dr. Marwan menghantam rumah keluarganya di Tal al-Hawa, Gaza City.
Putrinya, Lubna Al Sultan, selamat dan memberi kesaksian bahwa rudal menghancurkan tepat kamar ayahnya, sementara bagian rumah lainnya relatif utuh.
“Ini bukan kecelakaan. Mereka tahu siapa yang tinggal di sana,” ujar Lubna dengan suara tercekat. Istrinya dan salah satu putrinya ikut tewas.
Serangan ini menimbulkan dugaan bahwa target bukan sekadar lokasi, melainkan seseorang penting.
Kecaman Global dan Duka yang Meluas
Menteri Luar Negeri Indonesia langsung mengeluarkan pernyataan duka dan mengecam keras serangan tersebut sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dan konvensi perlindungan tenaga medis di zona konflik.
Organisasi kemanusiaan MER-C, yang turut membangun rumah sakit tersebut, menyebut kejadian ini sebagai “pembunuhan terhadap kemanusiaan itu sendiri.”
Lebih dari 70 ribu warganet menandatangani petisi daring yang mendesak penyelidikan internasional dan perlindungan bagi fasilitas medis di Gaza.
RS Indonesia: Benteng Terakhir Kemanusiaan di Gaza
RS Indonesia, yang dibangun dengan bantuan dana masyarakat Indonesia melalui MER-C, menjadi titik kritis dalam perawatan darurat di Gaza.
Namun sejak konflik terbaru memuncak, rumah sakit itu berubah menjadi target : pasokan dipotong, ambulans ditembak, staf medis gugur saat bertugas.
Peristiwa ini menjadi pengingat tragis bahwa dalam konflik bersenjata, yang pertama kali hancur bukan bangunan tetapi rasa kemanusiaan.
Leave a comment