Pemuja.com – Turut berduka cita atas wafatnya Raya, balita malang asal Sukabumi yang meninggal dalam kondisi yang membuat hati siapa pun tercekat. Tubuh mungilnya dipenuhi oleh cacing gelang—mulai dari perut, paru-paru, bahkan hingga otak. Kejadian ini bukan sekadar kabar duka, tetapi tamparan keras bagi nurani kita semua.
Raya adalah potret nyata dari ketimpangan yang masih menganga di negeri ini. Saat sebagian orang bersorak, tertawa, bahkan berjoget ria di ruang sidang istimewa, seorang bocah kecil berjuang antara hidup dan mati, ditemani parasit yang bersarang di tubuhnya. Ironi yang begitu telanjang. Seperti pepatah lama, “yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.”
Tragedi Raya, Lahir dari Kemiskinan dan Kelalaian
Raya lahir di keluarga yang serba terbatas. Ibunya mengalami gangguan mental, sehingga pengasuhan pun jauh dari kata layak. Sementara bapaknya mengidap TBC. Rumahnya berupa panggung kayu, berdiri di atas tanah lembap yang menjadi sarang cacing. Itulah tempat Raya bermain setiap hari. Tanpa alas kaki, tanpa pengawasan, tanpa gizi yang cukup.

Ketika kondisinya kritis, tubuh lemah dan tak sadarkan diri, keluarga tak mampu berbuat banyak. Tidak ada BPJS, bahkan kartu identitas pun tak dimiliki. Rumah sakit baru menerima setelah relawan mengurus administrasi. Butuh tiga hari hanya untuk mengurus dokumen, sementara nyawa bocah mungil ini terus digerus waktu.
Di ruang PICU RSUD R Syamsudin, tim medis melakukan segalanya. Namun infeksi sudah terlalu parah. Dokter menemukan cacing keluar dari hidung Raya. Dalam usus, paru, dan otaknya bersarang parasit yang seharusnya tak pernah ada di tubuh manusia. Betapa mengerikan! Bayangkan, tubuh sekecil itu harus menanggung beban seberat ini.
Kang Dedi Geram, Dana Desa Dibekukan
Kabar ini membuat Kang Dedi Mulyadi (KDM) terpukul. Dengan suara gemetar, ia mengutuk keras peristiwa ini.

Dengan geram beliau berucap “Betapa kita gagap, betapa kita lalai, kenapa? Perangkat birokrasi yang tersusun sampai tingkat RT ternyata tidak bisa membangun empati, kenapa? Manusia tidak terbangun dalam nalar dan rasa!” ungkapnya
Ia pun mengumumkan penundaan sementara bantuan dana desa Cianaga, tempat Raya tinggal, sebagai bentuk evaluasi keras.
Ironi yang Menyayat Nurani
Di satu sisi, kita melihat balita meninggal karena kemiskinan, kekurangan gizi, dan sanitasi yang buruk. Di sisi lain, para wakil rakyat justru tampak bergembira, berjoget saat sidang tahunan berlangsung. Dua dunia yang kontras: satu berjuang melawan kemiskinan ekstrem, yang lain menikmati kemewahan dengan senyum lebar.

Bukankah ini sebuah ironi? Negeri yang katanya kaya sumber daya, tetapi masih gagal melindungi nyawa seorang anak. Sementara anggaran triliunan mengalir entah ke mana, ada bocah yang mati karena cacingan. Peribahasa lama kembali terbukti: yang di atas sibuk berpesta, yang di bawah menangis nestapa.
Mengapa Ini Bisa Terjadi?
Tragedi Raya tidak datang tiba-tiba. Ini akumulasi dari masalah klasik yang tak kunjung selesai:
- Kemiskinan akut yang membuat orang tua tak mampu menyediakan makanan bergizi.
- Lingkungan yang kumuh, tempat cacing dan parasit lain mudah berkembang biak.
- Akses kesehatan yang rumit, karena tanpa identitas dan BPJS, nyawa sering tertukar dengan berkas.
- Kurangnya kepedulian sosial, dari tetangga hingga perangkat desa, yang membiarkan kondisi ini terus terjadi.
Saatnya Kepedulian, dari Bawah Sampai Atas
Kejadian ini harus menjadi alarm keras. Kita tak boleh lagi menunggu tragedi demi tragedi untuk sadar. Kepedulian harus lahir dari level terbawah: tetangga, RT, RW, perangkat desa, hingga pejabat negara. Sanitasi, gizi, edukasi, dan layanan kesehatan dasar adalah hak semua anak Indonesia—bukan privilese segelintir orang.
Semoga tragedi ini menjadi tamparan keras bagi kita semua, terutama bagi pemerintah yang diberi amanah untuk melindungi rakyatnya. Jangan sampai nyawa anak-anak bangsa terus melayang hanya karena kemiskinan, sanitasi yang buruk, dan akses kesehatan yang berbelit.
Sudah saatnya mata pemerintah benar-benar terbuka lebar, melihat realitas di bawah yang sering tertutup oleh gemerlap panggung kekuasaan. Tidak boleh ada lagi anak seperti Raya yang harus mati sia-sia di negeri yang katanya kaya ini. Semoga kepedulian tidak berhenti pada ucapan, tetapi menjelma menjadi kebijakan yang nyata dan berpihak pada mereka yang paling lemah.
Leave a comment