Pemuja.com – Kejaksaan Agung mengungkapkan temuan mengejutkan berupa uang tunai senilai Rp 5,5 miliar yang disembunyikan di bawah kasur rumah hakim Ali Muhtarom di Jepara, Jawa Tengah.
Penemuan ini terjadi pada 24 April 2025, setelah penyidik melakukan penggeledahan lanjutan terkait kasus suap vonis lepas dalam perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO).
Kronologi Penemuan
Pada hari itu, penyidik Kejaksaan Agung mendatangi rumah Ali Muhtarom setelah mendapatkan informasi tambahan dari pemeriksaan sebelumnya.
Uang tersebut ditemukan dalam koper yang dibungkus plastik dan disimpan di bawah tempat tidur. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa uang tersebut terdiri dari 3.600 lembar pecahan USD 100, setara dengan Rp 5,5 miliar.
Penemuan ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, menyebut kasus ini sebagai “memalukan” dan mencederai integritas lembaga peradilan.
Ia mendesak Mahkamah Agung untuk segera mengevaluasi penempatan hakim, khususnya di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Kasus yang Melibatkan Banyak Pihak
Ali Muhtarom telah ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus suap vonis lepas. Melibatkan beberapa korporasi besar, termasuk Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group.
Selain Ali, delapan orang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, termasuk hakim, panitera, dan pengacara.
Langkah Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung kini tengah mendalami asal-usul uang tersebut untuk memastikan apakah uang itu murni hasil suap atau berasal dari sumber lain.
Barang bukti uang telah disimpan di rekening penitipan di Bank BRI untuk proses hukum lebih lanjut.
Dunia Peradilan Yang Kembali Tercoreng
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menambah daftar panjang skandal yang mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
Peristiwa semacam ini tidak hanya merusak citra individu yang terlibat, tetapi juga memengaruhi persepsi tentang integritas sistem hukum secara keseluruhan.
Kejaksaan Agung menyebut bahwa kasus ini menjadi peringatan penting akan perlunya pembenahan mendalam, bukan hanya pada prosedur pengawasan, tetapi juga pembentukan budaya transparansi dan akuntabilitas.
Leave a comment