Pemuja.com – Dewan Keamanan PBB yang gelar sidang darurat usai rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok Jalur Gaza pasca-operasi militer besar-besaran memicu gelombang penolakan dari komunitas internasional.
Dalam sidang darurat Dewan Keamanan PBB yang digelar pada 10 Agustus 2025, empat dari lima anggota tetap Rusia, China, Inggris, dan Prancis menyatakan penolakan tegas terhadap langkah tersebut.
Hanya Amerika Serikat yang berdiri mendukung, memperlihatkan isolasi diplomatik yang semakin mencolok.
Reaksi Dewan Keamanan PBB: Penolakan yang Tegas
Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, mengecam keras keputusan Israel. Ia menyebut pencaplokan Gaza sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan Konvensi Jenewa.
Ia juga menyoroti sikap diam Menlu Israel Gideon Sa’ar dalam sidang sebelumnya, menyebutnya sebagai bentuk kemunafikan diplomatik.
Lalu Duta Besar China, Fu Cong, menyatakan bahwa Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari Palestina.
Ia memperingatkan bahwa tindakan Israel akan mengubah struktur demografis wilayah tersebut secara paksa, yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selain itu, Duta Besar Inggris, James Kariuk, menyebut rencana pencaplokan sebagai langkah keliru yang hanya akan memperdalam penderitaan rakyat Palestina.
Ia menekankan bahwa solusi jangka panjang harus melibatkan pendekatan diplomatik dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Sedangkan Prancis tidak hanya menolak pencaplokan, tetapi juga mengumumkan rencana untuk mengakui Palestina sebagai negara pada September 2025.
Langkah ini dipandang sebagai sinyal kuat bahwa Eropa mulai bergerak menuju pengakuan penuh terhadap kedaulatan Palestina.
Amerika Tetap Dukung Israel
Namun di tengah penolakan global, Amerika Serikat tetap menjadi satu-satunya anggota tetap Dewan Keamanan yang mendukung rencana Netanyahu.
Dukungan ini memperkuat persepsi bahwa AS tetap menjadi sekutu utama Israel, meski bertentangan dengan konsensus internasional.
Sikap ini juga memicu kritik dari berbagai organisasi HAM dan kelompok progresif di dalam negeri AS.
Ketegangan Internal Israel: Militer vs Politik
Rencana pencaplokan Gaza tidak hanya memicu kontroversi internasional, tetapi juga ketegangan internal di Israel.
Kepala Staf Militer Israel, Letjen Eyal Zamir, memperingatkan bahwa pencaplokan penuh akan menyeret militer ke dalam konflik yang lebih dalam dan berisiko tinggi.
Ia mengusulkan pendekatan alternatif yang lebih diplomatis, termasuk pembentukan zona penyangga dan kerja sama keamanan terbatas.
Isolasi dan Polarisasi Israel
Penolakan dari empat anggota tetap Dewan Keamanan menunjukkan bahwa Israel semakin terisolasi secara diplomatik.
Langkah pencaplokan Gaza berpotensi memicu eskalasi konflik regional, memperburuk hubungan dengan negara-negara Arab, dan memperdalam polarisasi di dalam PBB.
Di sisi lain, dukungan AS menunjukkan bahwa geopolitik Timur Tengah masih sangat dipengaruhi oleh aliansi strategis yang kompleks.
Gaza di Mata PBB dan Dunia
Rencana pencaplokan Gaza oleh Netanyahu bukan sekadar isu teritorial, melainkan pertarungan legitimasi antara hukum internasional dan kekuatan politik.
Penolakan dari Rusia, China, Inggris, dan Prancis menunjukkan bahwa dunia tidak menerima perubahan sepihak yang mengabaikan hak rakyat Palestina.
Sementara Amerika Serikat tetap mendukung, pertanyaan besar kini bergantung pada bagaimana komunitas internasional akan merespons langkah selanjutnya dari Israel.
Leave a comment