Pemuja.com – KPK lakukan penggeledahan, penyitaan, dan pencegahan figur kunci ke luar negeri menjadi babak baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji.
Di balik angka-angka dan dokumen resmi, tersimpan praktik manipulatif yang berpotensi merugikan ribuan calon jemaah dan keuangan negara.
Penggeledahan KPK yang Menguak Jejak
Pada 13 Agustus 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di dua titik krusial: rumah pihak terkait di Depok dan kantor Kementerian Agama (Kemenag) di Jakarta.
Dari rumah tersebut, penyidik menyita satu unit mobil dan sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan transaksi kuota haji.
Sementara di kantor Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), KPK mengamankan dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) yang memperkuat dugaan adanya pengaturan kuota secara tidak sah.
SK Menteri dan Anomali Kuota
Pusat dari penyidikan ini adalah Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024, yang menetapkan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah.
SK tersebut membagi kuota secara merata: 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 secara tegas menetapkan bahwa 92% kuota harus dialokasikan untuk haji reguler dan hanya 8% untuk haji khusus.
Pembagian yang menyimpang ini membuka celah bagi travel haji swasta untuk mendapatkan keuntungan besar dari kuota yang seharusnya menjadi hak jemaah reguler.
KPK menduga ada intervensi dari pejabat Kemenag dan pelaku usaha haji dalam proses penerbitan SK tersebut.
KPK Kuak Potensi Kerugian dan Skema Pengalihan
Bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), KPK memperkirakan kerugian negara akibat pengalihan kuota ini mencapai lebih dari Rp1 triliun.
Dana setoran jemaah haji reguler yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) seharusnya masuk ke kas negara, namun dialihkan ke travel swasta melalui skema haji khusus yang lebih mahal dan tidak transparan.
Skema ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menimbulkan ketidakadilan bagi calon jemaah reguler yang telah menunggu bertahun-tahun dalam antrean.
Kuota yang seharusnya mempercepat keberangkatan mereka justru dialihkan ke pihak yang mampu membayar lebih.
KPK Cegah Figur Kunci Kabur
KPK telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri: mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, staf khusus Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Ketiganya masih berstatus saksi, namun penyidik menilai mereka memiliki peran penting dalam proses pengambilan keputusan dan distribusi kuota.
Yaqut, sebagai pejabat tertinggi di Kemenag saat SK diterbitkan, menjadi sorotan utama. Sementara Ishfah dan Fuad diduga menjadi penghubung antara birokrasi dan kepentingan bisnis.
Kebijakan dan Tuntutan Publik
Kasus ini membuka kembali pertanyaan mendasar tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan ibadah haji.
Publik menuntut reformasi menyeluruh dalam pengelolaan kuota, termasuk audit independen terhadap SK-SK yang telah diterbitkan dan pembatasan peran swasta dalam distribusi kuota.
Lebih dari sekadar kasus hukum, ini adalah ujian terhadap integritas institusi keagamaan dan kepercayaan publik. Jika korupsi bisa menyusup ke dalam urusan ibadah, maka urgensi pembenahan sistem menjadi mutlak.
Leave a comment