Pemuja.com – Pada Minggu sore, 10 Agustus 2025, warga Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, dikejutkan oleh fenomena “hujan debu” yang menyelimuti permukiman mereka.
Debu putih yang berasal dari kompleks pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk beterbangan dan menempel di berbagai permukaan atap rumah, kendaraan, jemuran, bahkan masuk ke dalam ruang makan dan kamar tidur warga.
Dampak Hujan Debu DI Citeureup
RW 5 menjadi titik terdampak paling parah, dengan lebih dari 400 kepala keluarga dan 1.200 jiwa terpapar langsung.
Keluhan kesehatan pun bermunculan: batuk-batuk, sesak napas, iritasi mata, dan kekhawatiran akan dampak jangka panjang, terutama bagi anak-anak dan lansia.
Beberapa warga mengaku trauma karena insiden serupa pernah terjadi sebelumnya, namun tidak pernah ada penyelesaian yang benar-benar tuntas.
Bagi mereka, ini bukan sekadar gangguan visual, melainkan ancaman nyata terhadap hak hidup yang layak.
Respons Pemerintah dan Investigasi Lingkungan

Dedi Mulyadi Turun Tangan
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung merespons cepat. Ia menyebutkan bahwa telah terjadi pelanggaran prosedur operasional di dalam pabrik Indocement, khususnya saat proses pembersihan sumbatan material.
Ketika lubang pemeriksaan dibuka, debu yang seharusnya tertahan justru terlepas dan terbawa angin ke arah permukiman warga.
Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat telah mengirim tim investigasi untuk mengumpulkan bukti dan menilai tingkat pencemaran yang terjadi.
Hasil awal menunjukkan bahwa sistem pengendalian debu di fasilitas produksi Indocement tidak berjalan optimal.
Pemerintah provinsi tengah menyiapkan sanksi administratif, denda lingkungan, dan kemungkinan sanksi tambahan jika terbukti ada unsur kesengajaan atau pengulangan pelanggaran.
Warga Terdampak “Hujan Debu” Tuntut Kompensasi
PT Indocement telah menyampaikan permintaan maaf dan menggelar pemeriksaan kesehatan gratis bekerja sama dengan puskesmas setempat.
Namun, bagi warga, permintaan maaf dan program CSR tahunan tidak cukup. Mereka menuntut kompensasi nyata dan jaminan bahwa insiden semacam ini tidak akan terulang.
“Kalau hanya minta maaf, kami sudah dengar itu bertahun-tahun. Kami ingin ada tindakan nyata, bukan janji manis,” ujar salah satu warga RW 5.
Insiden ini membuka kembali perdebatan lama tentang batas antara industri dan ruang hidup warga. Dedi Mulyadi menegaskan bahwa pemerintah hadir bukan hanya sebagai regulator, tetapi sebagai pelindung hak-hak warga. “Kami akan pastikan ada keadilan. Lingkungan bukan milik korporasi, tapi milik semua,” tutupnya.
Leave a comment