Pemuja.com – Jalan TB Simatupang, salah satu arteri vital di Jakarta Selatan, kini berubah menjadi ladang kemacetan yang nyaris tak terhindarkan.
Di balik deretan kendaraan yang mengular setiap pagi dan sore, tersembunyi ambisi besar: pembangunan infrastruktur strategis nasional.
Setidaknya empat proyek besar tengah berlangsung bersamaan di ruas ini, mulai dari pipanisasi air bersih, pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), hingga revitalisasi trotoar dan saluran kabel bawah tanah.
Gubernur Jakarta Pramono Anung mengakui bahwa kemacetan ini adalah konsekuensi dari pembangunan yang “mau tidak mau harus tetap dilakukan”.
Ia bahkan menyampaikan permintaan maaf kepada warga, sembari menargetkan seluruh proyek rampung pada November 2025.
Rekayasa Jalan TB Simatupang : Trotoar Jadi Korban
Salah satu langkah darurat yang diambil Pemprov DKI adalah memangkas sebagian trotoar untuk dijadikan jalur kendaraan sementara. Kebijakan ini menuai kritik dari kalangan legislatif dan pemerhati tata kota.
Ali Lubis, anggota DPRD Jakarta, menegaskan bahwa trotoar adalah hak pejalan kaki dan tidak boleh dialihfungsikan secara sembarangan.
Gubernur Jakarta Pramono Anung, membela keputusan tersebut dengan menyebut bahwa trotoar yang dipangkas berada di titik-titik yang sudah tidak bisa digunakan karena terganggu proyek. Ia menegaskan bahwa langkah ini bersifat temporer dan akan dikembalikan setelah proyek selesai.

Transportasi Umum Belum Menjadi Solusi Maksimal
Kemacetan di TB Simatupang bukan semata karena proyek galian. Volume kendaraan pribadi yang tinggi dan minimnya transportasi umum menjadi faktor krusial.
Pengamat transportasi Ki Darmaningtyas menyebut bahwa jalur timur-barat di kawasan ini tidak dilayani secara memadai oleh angkutan umum. TransJakarta memang beroperasi, namun jumlah armadanya belum sebanding dengan kebutuhan.
Sebagai respons, Pemprov DKI menambah 14 unit bus TransJakarta di rute TB Simatupang dan menggandeng Google Maps untuk menyebarkan informasi lalu lintas secara real-time. Langkah ini diharapkan bisa mendorong peralihan dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
TB Simatupang, Jantung Jakarta
Kemacetan di TB Simatupang bukan sekadar persoalan teknis. Ia menjadi simbol dari dilema kota besar: antara kebutuhan pembangunan dan hak mobilitas warga. Ketika proyek strategis nasional bertabrakan dengan ritme harian masyarakat, yang muncul adalah frustrasi, bukan kemajuan.
Apakah Jakarta bisa membangun tanpa mengorbankan ruang gerak warganya? Atau justru ini adalah harga yang harus dibayar untuk masa depan yang lebih tertata?
Leave a comment