Pemuja.com – Pada 30 Mei 2025, terjadi longsor tragis di kawasan tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon.
Insiden ini mengakibatkan 17 orang meninggal, 7 orang luka-luka, dan 8 orang masih dalam pencarian oleh tim gabungan.
Peristiwa ini menyoroti masalah serius dalam pengelolaan tambang, terutama terkait keselamatan kerja dan legalitas operasional.
Apakah Aktivitas Tambang Gunung Kuda Ilegal?
Tambang di Gunung Kuda dikelola oleh tiga entitas, yaitu satu koperasi pesantren dan dua yayasan.
Meskipun memiliki izin sejak 2020, tambang ini tidak memenuhi standar keselamatan kerja dan telah mendapat peringatan berkali-kali dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, akhirnya mencabut izin operasional tambang tersebut setelah insiden longsor terjadi.
Peringatan Sebelum Insiden Longsor
Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa ia telah meninjau lokasi tambang tiga tahun lalu dan meminta agar aktivitas tambang dihentikan karena tidak memenuhi persyaratan.
Namun, meskipun telah diberikan surat peringatan berkali-kali, aktivitas tambang tetap berlanjut hingga akhirnya terjadi bencana.
Setelah insiden ini, Pemprov Jabar mengambil langkah tegas dengan menutup tambang secara permanen dan menjalankan moratorium perizinan tambang untuk mencegah kejadian serupa.
Langkah Pemerintah Pasca Longsor
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial, Pemprov Jabar memberikan santunan kepada keluarga korban dan menanggung biaya hidup anak-anak yang ditinggalkan.
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menertibkan tambang ilegal di berbagai daerah, termasuk Karawang, Subang, dan Tasikmalaya.
Longsor di Gunung Kuda Cirebon menjadi peringatan keras tentang bahaya tambang yang tidak memenuhi standar keselamatan.
Meskipun telah ada peringatan sejak lama, tindakan tegas baru diambil setelah insiden terjadi. Ke depan, pengawasan lebih ketat terhadap aktivitas tambang diperlukan agar tragedi serupa tidak terulang.
Leave a comment