Pemuja.com – Kesepakatan dagang antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto memicu gelombang protes dari publik Amerika.
Penurunan tarif impor atas produk Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen dianggap tidak cukup menguntungkan konsumen AS.
Sebaliknya, produk Indonesia seperti pakaian, karet, dan minyak sawit tetap dikenai tarif yang dibebankan kepada pembeli akhir.
Salah satu protes paling viral datang dari pengguna TikTok, Nick (@nic6867), yang menyatakan:
“Itu tidak benar, itu tarif 19 persen untuk segala sesuatu dari Indonesia yang diimpor ke Amerika Serikat. Berarti bahwa konsumen Amerika membayar tambahan 19 persen.”
Nick menyoroti bahwa kebijakan ini tidak menekan harga barang, melainkan memperbesar beban konsumen.
Komitmen Pembelian dari Indonesia dalam Kesepakatan
Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia berkomitmen membeli produk Amerika senilai lebih dari $20 miliar, termasuk: $15 miliar untuk energi seperti LPG dan crude oil, $4,5 miliar untuk produk pertanian seperti gandum dan kedelai, dan 50 unit pesawat Boeing, mayoritas tipe 777
Dalam Kesepakatan tersebut Presiden Trump menyatakan “Mereka akan membayar 19 persen, dan kami tidak akan membayar apa pun. Kami mendapatkan akses penuh ke Indonesia.”
Namun, pernyataan ini justru memperkuat kesan bahwa kesepakatan tersebut lebih menguntungkan AS secara sepihak.
Alasan Protes Warga Amerika Terhadap Kesepakatan
Protes warga AS berakar pada ketimpangan struktural dalam kesepakatan. Direktur Celios, Bhima Yudhistira, menilai:
“Tarif 19 persen untuk barang ekspor Indonesia ke AS, sementara AS bisa mendapat fasilitas 0 persen sebenarnya punya risiko tinggi bagi neraca dagang Indonesia.”
Warga AS juga mempertanyakan mengapa produk dari AS bebas masuk ke Indonesia tanpa bea masuk, sementara barang dari Indonesia tetap dikenai tarif.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, bahkan menegaskan, “Tidak ada tarif di sana. Mereka membayar tarif di sini, mengubah asimetri ke arah kita.”
Bagi sebagian warga Amerika, pernyataan ini menunjukkan bahwa kesepakatan tersebut lebih menguntungkan korporasi dan elite politik daripada masyarakat umum.
Leave a comment