Pemuja.com – Pada pagi hari tanggal 24 Juli 2025, dentuman roket dan raungan jet tempur memecah kesunyian di perbatasan Provinsi Surin, Thailand, dan Preah Vihear, Kamboja.
Konflik yang semula berupa gesekan diplomatik berubah menjadi konfrontasi bersenjata ketika Kamboja meluncurkan roket BM-21 ke arah wilayah sipil Thailand.
Serangan itu memicu respons keras dari militer Thailand yang mengerahkan jet F-16 untuk menyerang posisi artileri Kamboja, diikuti dengan tembakan drone dan ranjau darat yang menyebar di enam titik konflik utama, termasuk Ta Krabey dan Phnom Khmao.
Rentetan serangan ini bukan hanya menghancurkan bangunan dan sarana umum, tapi juga mengguncang rasa aman warga setempat.
Korban Terus Bertambah
Sehari setelah pertempuran pecah, korban jiwa mulai tercatat. Tiga belas warga sipil, termasuk anak-anak, dilaporkan tewas akibat hantaman roket dan peluru artileri.
Militer Thailand kehilangan satu personel dalam serangan yang sama. Sementara itu, 46 orang luka-luka, terdiri dari warga sipil dan tentara dari kedua belah pihak.
Salah satu peluru artileri jatuh ke sebuah rumah sakit di Provinsi Surin, menimbulkan kepanikan dan tuduhan pelanggaran hukum internasional.
Pengungsian besar-besaran pun terjadi, dengan lebih dari 40.000 warga dari 86 desa harus meninggalkan rumah mereka.
Apa Yang Memicu Perang Di Perbatasan?
Perang ini bukan konflik yang baru muncul begitu saja. Ini adalah manifestasi dari ketegangan sejarah yang telah membara selama lebih dari satu abad.
Sengketa utama berkisar pada kepemilikan wilayah kuil kuno Prasat Ta Muen Thom dan situs Preah Vihear, dua warisan budaya ini diperebutkan oleh kedua negara sejak era kolonial.
Kamboja mengacu pada peta kolonial Prancis tahun 1907 yang mengklaim wilayah kuil sebagai bagian dari teritorinya, sedangkan Thailand mempertanyakan keabsahan peta tersebut dan menganggap wilayah itu sah berada dalam batasnya.
Memanasnya situasi politik internal turut memperkeruh keadaan. Skorsing Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, usai bocornya rekaman komunikasinya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, menjadi pemicu ketidakstabilan diplomatik yang berujung pada putusnya hubungan dagang dan larangan impor antar negara.
Di tengah ketegangan ini, nasionalisme tumbuh subur. Media lokal di masing-masing negara memicu sentimen publik dengan narasi patriotik dan tuduhan sepihak. Kamboja membawa sengketa ke Mahkamah Internasional (ICJ), namun Thailand menolak yurisdiksi pengadilan tersebut, semakin menutup pintu dialog damai.
Leave a comment