Pemuja.com – Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah strategis pada masa pemerintahannya dengan menugaskan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk memimpin percepatan pembangunan Papua.
Instruksi ini disampaikan pada awal Juli 2025, menjadikan Gibran sebagai sosok utama yang bertanggung jawab atas sinkronisasi, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Penugasan ini tak hanya membawa konsekuensi administratif, tapi juga sarat makna politis dan sosial, mengingat Papua merupakan wilayah yang sejak lama menjadi simbol ketimpangan dan kompleksitas nasional.
Tugas Gibran Di Papua
Gibran ditugaskan memimpin Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, lembaga yang dibentuk berdasarkan Pasal 68A UU No. 2 Tahun 2021.
Meski sempat beredar kabar bahwa ia akan berkantor langsung di Papua, Istana menegaskan bahwa kantor tetap Wakil Presiden masih berada di ibu kota.
Namun, untuk menunjang efektivitas kerja badan khusus tersebut, sekretariatnya akan berada di Jayapura. Gibran dijadwalkan untuk rutin mengunjungi Papua dalam rangka pengawasan program dan dialog langsung dengan masyarakat adat.
Kunjungan tim pendahulu Gibran ke Sorong dan Merauke telah dilakukan untuk meninjau distribusi alat pendidikan dan pelaksanaan program makan bergizi gratis.
Langkah ini menjadi cerminan awal dari pendekatan yang diambil: bukan hanya membangun fisik, tapi juga memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan dan gizi.
Gibran sendiri menyatakan kesiapannya untuk ditugaskan di mana pun demi kepentingan rakyat, menegaskan bahwa rekonsiliasi dan pembangunan harus berjalan berdampingan.
Tanggapan Warga Lokal Papua
Di sisi lain, penugasan ini memantik tanggapan beragam dari publik dan kelompok sipil. Beberapa pihak menyambut baik langkah ini sebagai wujud keseriusan pemerintah, bahkan ada yang membandingkan misi Gibran dengan kiprah Jusuf Kalla dalam menyelesaikan konflik Poso.
Namun tak sedikit yang meragukan kemampuan Gibran, mengingat minimnya rekam jejaknya dalam isu daerah tersebut dan kompleksitas wilayah yang tak bisa diselesaikan dengan pendekatan teknokratis semata.
Komnas HAM Papua meminta agar pendekatan militer tidak lagi menjadi solusi dominan. Mereka menekankan bahwa penanganan daerah tersebut harus mengedepankan keadilan sosial, keterlibatan masyarakat adat, dan rekognisi terhadap pelanggaran HAM masa lalu.
Masa Depan Karir Gibran Dipertaruhkan?
misi ini diyakini akan menjadi batu loncatan atau juga batu sandungan bagi karier politik Gibran. Papua bukan sekadar wilayah administratif di ujung timur Indonesia.
Ia adalah cermin dari wajah republik yang diuji dalam hal keberpihakan, keberanian, dan konsistensi. Jika Gibran berhasil, namanya bisa terukir sebagai pionir rekonsiliasi era baru. Namun jika gagal, ia akan menghadapi konsekuensi dari sejarah yang tak pernah lupa.
Leave a comment