Pemuja.com – Baru-baru ini, kantor redaksi majalah Tempo di kawasan Palmerah, Jakarta Selatan, menjadi pusat perhatian setelah menerima dua paket teror yang mengejutkan.
Pada tanggal 19 Maret 2025, sebuah paket misterius tiba di kantor tersebut. Ketika dibuka oleh petugas keamanan, paket itu berisi kepala babi—sebuah simbol yang sering diidentikkan dengan penghinaan di banyak kebudayaan.
Tidak berhenti di situ, beberapa hari kemudian, Tempo menerima paket kedua yang kali ini berisi bangkai tikus. Paket-paket tersebut diarahkan kepada salah satu jurnalis investigasi mereka, Francisca Christy Rosana, yang dikenal sebagai pembawa acara siniar “Bocor Alus Politik.”
Insiden ini langsung mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama karena dianggap sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, dengan tegas mengecam aksi tersebut. Menurutnya, tindakan ini bukan hanya bentuk intimidasi terhadap Francisca secara pribadi, tetapi juga kepada semua jurnalis di Indonesia.
Ia menyatakan, “Kebebasan pers adalah pilar utama demokrasi. Upaya-upaya pengecut seperti ini harus dihentikan, dan Tempo tidak akan pernah tunduk pada tekanan semacam ini.”
Namun, polemik tidak berhenti pada penerimaan paket tersebut. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, ikut menyampaikan pernyataan yang memicu kontroversi.
Dalam tanggapannya, ia menyarankan agar kepala babi tersebut dimasak sebagai bentuk “respon berani” terhadap ancaman.
Pernyataan ini menuai beragam reaksi dari masyarakat. Beberapa pihak memuji sikap Hasan sebagai upaya untuk meredakan ketegangan, tetapi banyak pula yang menganggap pernyataan tersebut meremehkan masalah serius yang sedang dihadapi oleh jurnalis.

Respon Hukum dan Solidaritas Komunitas Jurnalis
Dalam menghadapi ancaman ini, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) segera mengambil tindakan. Bersama tim hukum Tempo, mereka melaporkan insiden ini kepada Bareskrim Polri.
Ketua KKJ menegaskan bahwa insiden seperti ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, terutama karena dapat menciptakan preseden buruk dalam dunia jurnalistik.
“Jika pelaku tidak diidentifikasi dan dihukum, maka ancaman terhadap kebebasan pers akan terus meningkat,” ungkapnya.
Berbagai komunitas jurnalis, baik di tingkat nasional maupun internasional, juga menunjukkan solidaritas mereka.
Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengeluarkan pernyataan keras yang mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan lebih terhadap jurnalis, terutama mereka yang bekerja dalam bidang investigasi.
Dalam pernyataannya, AJI menyebut bahwa ancaman terhadap Tempo mencerminkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Relevansi Kebebasan Pers dalam Demokrasi
Kasus yang dialami oleh Tempo ini tidak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga menjadi sorotan internasional.
Kebebasan pers adalah salah satu indikator utama demokrasi, dan insiden seperti ini menunjukkan adanya tantangan besar yang masih dihadapi negara dalam melindungi pilar penting tersebut.
Beberapa pakar menyoroti bahwa ancaman terhadap jurnalis tidak hanya datang dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa berupa tekanan hukum, penyensoran, hingga ancaman ekonomi.
Leave a comment