Pemuja.com – Kemarin, pada 22 Mei 2025 – Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah menetapkan lima tersangka dalam dugaan korupsi terkait pengadaan dan pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).
Kasus ini mencuat setelah penyelidikan mendalam atas proyek PDNS yang mengalami berbagai permasalahan, termasuk dugaan pengondisian kontrak dan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan anggaran.
Tersangka dan Dugaan Peran Mereka
Berdasarkan hasil penyidikan, kelima tersangka yang kini ditahan selama 20 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut adalah:
- SAP – Mantan Dirjen Aplikasi Informatika Pemerintahan (2016–2024). Diduga berperan dalam mengondisikan proyek dan menyetujui mekanisme pengadaan yang tidak transparan.
- BDA – Mantan Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah. Disebut memiliki keterlibatan dalam penyusunan kebijakan teknis yang berujung pada ketidakseimbangan anggaran.
- NZ – Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek PDNS. Diduga berkontribusi dalam penyusunan spesifikasi kontrak yang mengarah pada praktik korupsi.
- AA – Direktur Bisnis PT Aplikanusa Lintasarta (2014–2023), perusahaan yang memenangkan proyek. Diduga ikut serta dalam persekongkolan untuk memenangkan kontrak dengan nilai yang tidak wajar.
- PPA – Account Manager PT Docotel Teknologi (2017–2021), yang diduga berperan dalam manipulasi teknis proyek.
Kerugian Negara dan Modus Operandi
Kasus ini bermula dari pengadaan PDNS dengan anggaran sekitar Rp958 miliar pada tahun 2020. Namun, dalam pelaksanaan proyeknya, ditemukan adanya penggelembungan biaya serta aliran dana yang tidak jelas.
Kontrak awal yang diberikan kepada PT Aplikanusa Lintasarta senilai Rp60,3 miliar kemudian meningkat menjadi Rp102,6 miliar pada tahun 2021 tanpa justifikasi yang memadai.
Menurut Kejari Jakpus, modus operandi dalam kasus ini melibatkan pengondisian tender melalui persekongkolan antara pihak pemerintah dan swasta.
Dugaan ini semakin diperkuat oleh kesaksian sejumlah pejabat yang mengungkap adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu untuk menyetujui anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan awal.
Dampak dan Implikasi Hukum
Pusat Data Nasional yang seharusnya menjadi tulang punggung layanan digital pemerintahan justru menghadapi berbagai masalah teknis dan keamanan, termasuk serangan ransomware pada pertengahan tahun 2024.
Insiden ini menyebabkan lumpuhnya lebih dari 280 layanan publik, termasuk sistem administrasi kependudukan dan layanan keuangan pemerintah.
Kejaksaan menegaskan bahwa kelima tersangka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman hukuman bagi mereka mencakup pidana penjara seumur hidup atau minimal empat tahun penjara, serta denda yang dapat mencapai miliaran rupiah.
Reformasi Sistem Pengadaan Teknologi
Kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah dalam mengelola pengadaan teknologi, terutama yang berkaitan dengan infrastruktur digital. Para ahli menilai bahwa kelemahan regulasi dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran menjadi faktor utama yang memungkinkan kasus ini terjadi.
Kejaksaan juga berkomitmen untuk terus menggali lebih dalam terkait potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Leave a comment