Pemuja.com – Tunjangan rumah bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tengah menjadi sorotan publik. Pemerintah bersama sejumlah lembaga terkait mulai melakukan pemangkasan, bahkan khusus untuk DPRD DKI Jakarta disebut-sebut akan segera dievaluasi.

Penyebab Tunjangan Rumah Dipangkas
Berbagai tunjangan telah membanjiri kehidupan mewah anggota dewan. Selain tunjangan rumah, sudah ada tunjangan melekat buat anak dan istri/suami, tunjangan transportasi, tunjangan beras, tunjangan komunikasi, uang sidang dan lainnya.

Pemangkasan tunjangan ini tidak lepas dari beban keuangan negara yang semakin berat. Anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kepentingan masyarakat luas, dinilai terlalu banyak terserap pada fasilitas mewah anggota dewan.
Tunjangan rumah yang nilainya mencapai puluhan juta rupiah per bulan dinilai tidak lagi relevan dengan kondisi ekonomi saat ini.
Selain itu, kinerja DPR maupun DPRD juga menjadi alasan utama. Banyak masyarakat menilai produktivitas dan kualitas kerja para wakil rakyat tidak sebanding dengan berbagai fasilitas yang mereka terima.
Kritik semakin keras ketika sebagian anggota dewan jarang hadir rapat, minim inovasi kebijakan, hingga dianggap tidak peka terhadap penderitaan rakyat.
Mengapa DPRD Memiliki Tunjangan Rumah?
Tunjangan rumah sebenarnya diberikan sebagai fasilitas pengganti, terutama bagi anggota dewan yang tidak menempati rumah dinas.
Besarannya diatur dalam berbagai regulasi pemerintah. Namun, seiring waktu, fasilitas ini justru dianggap terlalu besar dan tidak transparan penggunaannya.
Padahal, secara logis, anggota DPRD seharusnya sudah memiliki rumah di daerah pemilihannya sebelum terpilih. Karena DPRD adalah wakil rakyat di tingkat daerah, mereka otomatis berdomisili di wilayah tersebut.
Dengan demikian, alasan pemberian tunjangan rumah dinilai tidak lagi relevan, apalagi jika hanya dijadikan dalih untuk mendapatkan fasilitas tambahan.
Di DKI Jakarta, evaluasi tunjangan rumah DPRD disebut akan segera dilakukan. Langkah ini muncul karena tingginya biaya hidup di ibu kota sering dijadikan alasan untuk mempertahankan tunjangan tersebut.
Meski begitu, publik menilai sudah waktunya dilakukan penyesuaian agar anggaran lebih tepat sasaran.
Kritik Pedas dari Masyarakat
Kebijakan ini mendapat dukungan luas dari masyarakat. Banyak yang menilai pemangkasan tunjangan rumah adalah keputusan tepat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang serba sulit.
Saat warga kesulitan memenuhi kebutuhan pokok, melihat wakil rakyat menikmati fasilitas besar justru menambah ketidakpercayaan publik.

Gelombang kritik di media sosial pun terus bermunculan. Warganet menyoroti gaya hidup para anggota dewan yang dianggap tidak sebanding dengan kinerja mereka. Bahkan ada yang menilai tunjangan rumah seharusnya dihapus total, bukan sekadar dipangkas.
Dengan adanya pemangkasan tunjangan rumah DPR dan DPRD ini akan menjadi langkah awal perbaikan tata kelola anggaran negara.
Meski demikian, masyarakat menunggu realisasi nyata dari kebijakan ini. Publik berharap evaluasi kali ini tidak hanya formalitas, tetapi benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat.
Leave a comment