Pemuja.com – Konflik batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara kembali mencuat setelah pemerintah pusat menetapkan bahwa empat pulau yang sebelumnya berada dalam administrasi Aceh kini masuk ke wilayah Sumatera Utara.
Keputusan ini tertuang dalam Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.
Keempat pulau yang menjadi sengketa adalah:
- Pulau Lipan
- Pulau Panjang
- Pulau Mangkir Besar
- Pulau Mangkir Kecil
Keputusan ini memicu reaksi keras dari masyarakat Aceh, yang menganggap bahwa perubahan status administratif tersebut mencederai sejarah dan identitas wilayah mereka.
Faktor-Faktor yang Memicu Perebutan Wilayah
Salah satu alasan utama perebutan pulau-pulau ini adalah potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya.
Keempat pulau tersebut diketahui berada dekat dengan Wilayah Kerja Offshore West Aceh (OSWA), yang memiliki potensi gas hingga 296 miliar kaki kubik (BCF).
Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut sejak lama merupakan bagian dari Aceh dan memiliki nilai strategis bagi provinsi tersebut.
Selain faktor ekonomi, aspek historis juga menjadi alasan utama konflik ini. Sejak 2008, Aceh dan Sumatera Utara telah bersengketa mengenai status kepemilikan pulau-pulau tersebut.
Pemerintah pusat akhirnya mengambil keputusan berdasarkan kajian geografis dan administrasi, yang kemudian menimbulkan ketegangan antara kedua provinsi.
Rumor di Balik Perebutan Pulau
Di tengah polemik ini, muncul dugaan bahwa keputusan pemindahan wilayah ke Sumatera Utara terkait dengan rencana investasi dari Uni Emirat Arab (UEA).
Anggota DPR Muslim Ayub mengaitkan keputusan pusat dengan cadangan migas dan rencana investasi UEA yang sebelumnya pernah disampaikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
Menurut laporan, UEA berencana berinvestasi di wilayah Aceh Singkil, yang berdekatan dengan keempat pulau yang disengketakan.
Dugaan ini semakin diperkuat oleh fakta bahwa wilayah perairan di sekitar pulau-pulau tersebut kaya akan sumber daya minyak dan gas.
Namun, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution membantah bahwa pemindahan status pulau-pulau tersebut merupakan bentuk intervensi dari pihaknya.
Ia menegaskan bahwa keputusan tersebut dibuat berdasarkan mekanisme yang berjalan sesuai aturan yang ada.
Prabowo Subianto Turun Tangan
Presiden Prabowo Subianto akhirnya turun tangan untuk menyelesaikan konflik ini setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak.
Ia berencana menggelar pertemuan dengan para pemimpin daerah dan pejabat terkait untuk mencari solusi terbaik bagi sengketa ini.
Dalam pernyataan resminya, Prabowo menegaskan bahwa penyelesaian konflik harus dilakukan dengan pendekatan yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Ia juga membuka peluang bagi Pemerintah Aceh untuk menggugat keputusan tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Harapan Penyelesaian Konflik
Pemerintah pusat, melalui Kemendagri, menyatakan bahwa keputusan pemindahan wilayah telah melewati kajian geografis dan pertimbangan berbagai instansi.
Namun, mereka juga membuka peluang bagi Pemerintah Aceh untuk menggugat keputusan tersebut melalui jalur hukum.
DPR RI berencana memanggil Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk membahas solusi terbaik bagi sengketa ini.
Mereka menekankan pentingnya pendekatan musyawarah mufakat yang menggabungkan aspek hukum, teknologi geospasial, sejarah, dan dialog sosial.
Sengketa pulau antara Aceh dan Sumut bukan sekadar masalah administratif, tetapi juga menyangkut identitas, sejarah, dan potensi ekonomi wilayah tersebut.
Keputusan Presiden Prabowo Subianto dalam menangani konflik ini diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan menjaga persatuan bangsa.
Semua pihak diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan asas kekeluargaan dan tanpa provokasi yang dapat memperkeruh situasi.
Leave a comment