Home Berita Meriah di Istana, Gelisah di Rumah Rakyat, Sebuah Ironi HUT RI ke-80
BeritaNasional

Meriah di Istana, Gelisah di Rumah Rakyat, Sebuah Ironi HUT RI ke-80

Share
Ironi HUT RI 80
Ironi HUT RI 80
Share

Pemuja.com – Pagi cerah 17 Agustus 2025 menyambut Indonesia dengan riuh euforia. Di Istana Negara Jakarta, perayaan berlangsung megah dengan upacara pengibaran Sang Saka Merah Putih yang disaksikan langsung Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden, jajaran menteri, serta tamu undangan dari berbagai kalangan.

Dentuman 17 kali meriam menandai detik detik Proklamasi, Pertunjukan kesenian, atraksi victory jump, atraksi helikopter hingga jet tempur F16 mewarnai langit Istana Merdeka pagi ini.

Ribuan pasang mata ikut terhanyut dalam suasana khidmat saat Paskibraka mengibarkan bendera dengan penuh wibawa.

Tidak hanya di ibu kota, semangat kemerdekaan juga terasa di berbagai daerah. Anak-anak berlari dengan pita merah putih, siswa melaksanakan upacara di sekolah, hingga karnaval budaya mewarnai gang-gang kecil sampai stadion besar. Para pahlawan tua dan muda melepas layang-layang merah putih, sementara sorak “Dirgahayu Indonesia!” menggema di udara.

Media sosial pun banjir unggahan euforia, dari parade, lomba rakyat, hingga baliho dengan busana tradisional. Namun, di balik gegap gempita itu, terselip suara gelisah yang mengalir lewat kritik di dunia maya. Euforia kemerdekaan terasa meriah, tapi belum sepenuhnya menyentuh relung kehidupan rakyat.

Sidang Tahunan MPR/DPR: Pidato, Joget, dan Kontroversi

Dua hari sebelumnya, 15 Agustus 2025, Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR-DPD RI berlangsung khidmat. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan, berisi capaian pemerintah serta arah kebijakan RAPBN 2026.

Namun, media sosial juga mencatat momen lain. Beberapa anggota legislatif terlihat bercanda bahkan berjoget saat lagu dinyanyikan. Adegan ini memicu kritik publik karena dianggap tidak pantas di tengah krisis yang dirasakan rakyat.

Ketua DPR RI: Kritik Kreatif Rakyat Harus Jadi Bahan Renungan

Dalam pidatonya, Ketua DPR RI Puan Maharani menyinggung fenomena unik: pengibaran bendera One Piece, istilah “Indonesia Gelap”, hingga sebutan “Negara Konoha” yang viral di dunia maya. Menurutnya, itu adalah bentuk kritik rakyat dengan bahasa zaman mereka.

“Kritik tidak boleh menjadi api yang memecah belah bangsa, tetapi harus menjadi cahaya yang menerangi jalan kita bersama,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco, menambahkan bahwa semua aspirasi rakyat diterima DPR untuk disampaikan ke pemerintah sebagai bahan evaluasi.

Program Pemerintah: Janji Tinggi, Realisasi Tak Terpenuhi

Dalam pidatonya, Presiden juga mengumumkan sejumlah program unggulan, antara lain:

  • Makan Bergizi Gratis (MBG)
  • Sekolah Rakyat
  • Cek Kesehatan Gratis, yang diklaim sudah dinikmati 18 juta warga

Selain itu, anggaran pendidikan 2026 mencapai Rp757,8 triliun, tertinggi sepanjang sejarah.

Meski terdengar menjanjikan, kenyataan di lapangan belum seindah janji. Banyak daerah masih menghadapi pajak tinggi, fasilitas pendidikan terbatas, dan layanan kesehatan yang belum merata. Rakyat menilai program tersebut baru sekadar omon omon, belum menjadi kenyataan.

Realita Rakyat: Pajak Mencekik, Program Masih Wacana

Sementara program pro-rakyat diumumkan megah, kondisi di lapangan berbeda. Pajak terus meningkat, peluang kerja makin sempit, dan janji makan gratis masih belum terlaksana merata.

Ironisnya, saat rakyat kesulitan mencari pekerjaan dan mengatur belanja harian, anggota DPR justru mendapat kenaikan gaji sekitar Rp3 juta sebagai kompensasi fasilitas.

Fenomena bendera One Piece pun menjadi simbol sindiran rakyat: merah putih dianggap terlalu sakral untuk dikibarkan di negeri yang masih dipenuhi ketidakadilan.

Pajak Naik Hingga 1.000%: Rakyat Melawan

Kenaikan pajak daerah menjadi isu yang paling menyakitkan.

  • Di Bone, pajak naik hingga 300%.
  • Di Semarang, mencapai 400%.
  • Bahkan di Cirebon dan Jombang, melonjak hingga 1.000%.

Di Pati, kenaikan PBB sebesar 250% memicu protes besar-besaran. Meski sempat dicabut, perlawanan itu menjadi simbol kebangkitan rakyat terhadap kebijakan yang dirasa tidak adil.

Antara Euforia dan Realita: Merdeka yang Belum Sepenuhnya Terasa

Perayaan HUT RI ke-80 memang meriah, namun rapuh jika dibandingkan dengan realita rakyat. Program ambisius seperti MBG, sertifikasi tanah, dan layanan kesehatan gratis sebenarnya punya potensi besar. Sayangnya, manfaatnya belum benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Di balik kembang api dan sorak sorai, rakyat masih bergulat dengan kebutuhan dasar: pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan.

Momentum kemerdekaan ini semestinya bukan hanya selebrasi, tetapi juga refleksi. Kemerdekaan sejati adalah ketika rakyat benar-benar merasakan keadilan dan kesejahteraan, bukan sekadar euforia sesaat.

Semoga rakyat masih bisa berteriak MERDEKA dengan lantang!

Baca Artikel Lainnya :

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Don't Miss

Wow! Minyak Jelantah Resmi Jadi Bahan Bakar Pesawat ?

Pemuja.com – Indonesia mencatat sejarah baru dalam dunia penerbangan dengan sukses meluncurkan penerbangan komersial pertama yang menggunakan bahan bakar pesawat berbasis minyak jelantah....

Breaking News : KPK OTT Wamenaker Noel

Pemuja.com – Berita mengejutkan terjadi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Kali ini, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan...

Related Articles

Ferry Irwandi Terancam Pidana, “Saya Tidak Takut”

Pemuja.com – Nama Ferry Irwandi, CEO Malaka Project dan kreator konten digital,...

Israel Serang Qatar, Petinggi Hamas Jadi Target

Pemuja.com – Pada tanggal 9 September 2025, militer Israel melancarkan serangan udara...

Janji 19 Juta Lapangan Kerja, Kontras dengan Realita

Pemuja.com – Suasana sedih dan haru di sebuah aula sederhana. Ratusan buruh...

Amerika Serikat Resmi Ganti Nama Departemen Pertahanan

Pemuja.com – Presiden Amerika Serikat Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengubah...