Pemuja.com – Penetapan Nadiem Anwar Makarim sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia menjadi titik balik mengejutkan dalam lanskap politik dan pendidikan nasional.
Sebagai mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta pendiri Gojek yang dikenal membawa semangat inovasi ke birokrasi, Nadiem selama ini dipandang sebagai simbol transformasi digital.
Namun, kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan mengubah narasi tersebut secara drastis.
Kronologi Penetapan Tersangka Nadiem Makarim
Kejaksaan Agung memulai pemeriksaan terhadap Nadiem sejak pertengahan Agustus 2025. Ia dipanggil sebagai saksi dalam kasus pengadaan perangkat teknologi pendidikan yang diduga merugikan negara hingga triliunan rupiah.
Pemeriksaan berlangsung intensif, dengan durasi mencapai belasan jam dalam beberapa sesi. Pada pemeriksaan ketiga yang berlangsung pada awal September, status Nadiem berubah dari saksi menjadi tersangka.
Ia langsung ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Skema Pengadaan Chromebook dan Dugaan Korupsi
Program pengadaan laptop Chromebook merupakan bagian dari strategi digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbudristek sejak 2019.
Tujuannya adalah mempercepat akses teknologi di sekolah-sekolah, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Namun, pelaksanaannya menuai kritik dari berbagai pihak. Spesifikasi perangkat yang tidak sesuai kebutuhan, harga satuan yang dianggap terlalu tinggi, serta pengadaan software yang tidak relevan dengan kurikulum menjadi sorotan utama.
Kejaksaan menduga adanya mark-up harga dan penggelembungan anggaran dalam proyek tersebut. Total kerugian negara diperkirakan mencapai hampir dua triliun rupiah.
Selain itu, proses pengadaan dinilai tidak transparan dan melibatkan sejumlah pihak internal dan eksternal kementerian yang kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tokoh-Tokoh yang Terlibat
Selain Nadiem, Kejaksaan menetapkan beberapa pejabat dan konsultan sebagai tersangka. Mereka berasal dari jajaran direktorat pendidikan dasar dan menengah, staf khusus menteri, serta konsultan teknologi yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Penetapan ini memperkuat dugaan bahwa skandal tersebut bukan hanya kesalahan teknis, melainkan bagian dari pola sistemik dalam pengelolaan anggaran pendidikan.

Pasal Dan Ancaman Hukuman Untuk Nadiem Makarim
Nadiem dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 2 dan Pasal 3 yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
Ancaman hukuman dalam pasal tersebut mencakup pidana penjara maksimal dua puluh tahun dan denda dalam jumlah besar.
Proses hukum yang berjalan akan menjadi ujian besar bagi integritas sistem peradilan dan transparansi penegakan hukum di Indonesia.
Kerugian Negara Yang Ditaksir
Angka Rp 9 triliun memang sempat beredar dalam diskusi publik dan kajian awal dari lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Komite Pemantau Legislatif (KOPEL).
Mereka menyebut bahwa total anggaran pengadaan Chromebook dan program digitalisasi pendidikan dari tahun 2019 hingga 2022 bisa mencapai Rp 9,9 triliun. Namun, penting untuk membedakan antara nilai total anggaran dan kerugian negara akibat korupsi.
Menurut Kejaksaan Agung RI, kerugian negara yang telah ditaksir secara resmi dalam kasus ini adalah sekitar Rp 1,98 triliun.
Angka ini berasal dari mark-up harga, pengadaan software yang tidak relevan, dan pelanggaran prosedur dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Respons Kuasa Hukum Nadiem Makarim
Penetapan tersangka terhadap Nadiem memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian pihak menyayangkan bahwa figur muda yang dianggap membawa harapan baru justru tersandung kasus korupsi.
Di sisi lain, banyak yang menilai bahwa penegakan hukum harus berlaku adil tanpa memandang latar belakang atau reputasi seseorang.
Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menyatakan bahwa kliennya tidak menerima uang suap dan tidak terlibat dalam penggelembungan anggaran.
Ia bahkan menantang agar proses hukum dilakukan secara terbuka di hadapan publik, termasuk di Istana Negara, untuk membuktikan bahwa Nadiem tidak bersalah.
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi arah kebijakan digitalisasi pendidikan di Indonesia. Di tengah semangat modernisasi dan efisiensi birokrasi, transparansi dan akuntabilitas tetap harus menjadi fondasi utama.
Penetapan tersangka terhadap Nadiem Makarim bukan hanya soal hukum, tetapi juga soal kepercayaan publik terhadap institusi dan figur pemimpin yang selama ini dianggap membawa perubahan.
Leave a comment