Pemuja.com – Pada Sabtu, 21 Juni 2025, Juliana Marins (27), pendaki asal Brasil, dilaporkan terjatuh ke jurang sedalam 600 meter di jalur Cemara Nunggal, Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Lokasi jatuhnya dikenal ekstrem, dengan kontur tebing curam, tanah berpasir, dan bebatuan lepas. Laporan diterima oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) dan segera ditindaklanjuti oleh Kantor SAR Mataram dengan mengerahkan puluhan personel dari Basarnas, TNI, Polri, dan relawan lokal.
Hasil Autopsi: Juliana Meninggal Tak Lama Setelah Jatuh
Dokter forensik RSUD Bali Mandara, Ida Bagus Putu Alit, menyatakan bahwa Juliana meninggal akibat trauma tumpul dari benturan keras. Ia mengalami patah tulang di dada, punggung, dan tengkorak, serta pendarahan internal yang fatal.
Berdasarkan kondisi jenazah, diperkirakan korban meninggal dalam waktu 10–20 menit setelah jatuh, sebelum bantuan dapat menjangkau lokasi.
Autopsi ulang di Brasil mengonfirmasi temuan tersebut, menyatakan bahwa Juliana tidak mungkin bertahan hidup lebih lama karena luka-lukanya bersifat mematikan dan menyebabkan kegagalan organ dalam waktu singkat.
Medan Ekstrem dan Cuaca Buruk Rinjani
Evakuasi jenazah Juliana bukanlah proses yang lambat karena kelalaian, melainkan perjuangan melawan alam. Tim SAR menghadapi:
Jurang sedalam 600 meter dengan kontur berpasir dan berbatu. Kabut tebal dan hujan yang menghambat visibilitas dan penggunaan helikopter. Keterbatasan tali vertikal yang harus disambung bertahap untuk mencapai dasar jurang.
Tim SAR bahkan bermalam di tebing curam bersama jenazah Juliana, demi memastikan proses evakuasi berjalan aman dan penuh hormat.
Mereka menggunakan sistem flying camp dan vertical lifting, serta drone thermal untuk mendeteksi posisi korban.
Klarifikasi atas Tuduhan Penelantaran Juliana
Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI M. Syafi’i, menegaskan bahwa tim SAR langsung bergerak sejak laporan diterima, dan telah menjalankan tugas sesuai prosedur dan kapasitas maksimal.
Dugaan penelantaran dinilai sebagai penilaian yang tidak mempertimbangkan kondisi geografis dan teknis di lapangan.
Samsul Padli, anggota SAR Lombok Timur, menyatakan bahwa tim tidak bisa langsung mengevakuasi karena tiba di lokasi saat malam dan harus menunggu pagi demi keselamatan semua pihak.
Tragedi Juliana Marins adalah duka mendalam, namun juga menjadi bukti nyata bahwa Tim SAR Indonesia bekerja dengan penuh dedikasi dan profesionalisme.
Tuduhan penelantaran tidak berdasar secara medis maupun operasional. Juliana telah meninggal sebelum tim dapat menjangkau lokasi, dan seluruh proses evakuasi dilakukan dengan penuh kehati-hatian, rasa hormat, dan pengorbanan.
Baca Artikel Lainnya :
- Tak Terima Uang, Tapi Tetap Bersalah. Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara
- Pesta Rakyat Garut Berlangsung Ricuh : Tiga Meninggal Dunia
- Upacara 17 Agustus 2025: Di Jakarta Bukan Di IKN, Kenapa?
- Jaksa Selidiki Keuntungan Nadiem Makarim Kasus Chromebook
- Timnas Indonesia di Round 4: Tantang 2 Raksasa Asia
Leave a comment