Pemuja.com – Dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, Prabowo menggunakan hak prerogatif yang tertuang dalam Pasal 14 UUD 1945 untuk mengajukan permohonan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Thomas Lembong.
Permohonan tersebut diterima secara resmi oleh Dewan Perwakilan Rakyat setelah melalui konsultasi lintas fraksi, menandai sebuah babak baru dalam politik.
Kasus Hasto Dan Amnesti Prabowo
Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDIP, sebelumnya telah dijatuhi hukuman penjara selama tiga setengah tahun.
Ia terjerat dalam kasus suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku.
Publik memandang kasus ini sebagai pukulan berat terhadap integritas pemilu dan sistem demokrasi Indonesia.
Namun, dalam surat R42/PRES/07/2025, Presiden Prabowo mengusulkan amnesti bagi 1.116 terpidana, termasuk Hasto, dengan pertimbangan rekonsiliasi politik menjelang perayaan kemerdekaan ke-80 RI.
Pemerintah juga menekankan bahwa Hasto memiliki kontribusi penting dalam menjaga stabilitas politik di tengah ketegangan antar elite partai.

Tom Lembong Diberi Abolisi
Sementara itu, keputusan abolisi untuk Tom Lembong tak kalah kontroversial. Mantan Menteri Perdagangan itu divonis empat setengah tahun penjara dan didenda Rp750 juta atas dugaan korupsi dalam impor gula tahun 2015–2016.
Namun, melalui surat R43/PRES/07/2025, Presiden mengajukan penghapusan proses hukum terhadap Lembong.
Pemerintah menyatakan bahwa kasus tersebut sarat kelemahan bukti dan berpotensi dipolitisasi, sementara Lembong dianggap tetap berjasa dalam memperbaiki sistem perdagangan nasional di masa pemerintahannya.
Berbeda dengan amnesti yang menghapus hukuman, abolisi justru menghentikan proses hukum itu sendiri sebuah langkah yang jarang dalam perkara korupsi.

Reaksi Terhadap Amnesti dan Abolisi Dari Prabowo
Reaksi publik terhadap keputusan ini sangat beragam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung menyatakan akan meninjau dasar hukum keputusan tersebut, meskipun mengakui bahwa kewenangan itu sah secara konstitusional.
Di sisi lain, para aktivis hukum, akademisi, dan pengamat politik mempertanyakan apakah langkah ini menandai kemunduran reformasi hukum.
Merka mengatakan hal ini justru strategi konsolidasi menjelang revisi Undang-Undang Pemilu dan persiapan Pilkada serentak.
Keputusan ini tidak dapat dipisahkan dari narasi besar pemerintahan Prabowo yang mengusung stabilitas nasional sebagai prioritas utama.
Namun, pengampunan terhadap dua tokoh penting yang sebelumnya divonis atas tindak pidana serius menunjukkan bahwa di balik harmoni politik, terdapat kompromi yang menguji integritas sistem hukum dan kepercayaan publik.
Amnesti untuk Hasto dan abolisi bagi Tom Lembong bukan sekadar langkah hukum. Ia mencerminkan arah politik, kalkulasi elite, dan dinamika kekuasaan yang terus bertransformasi.
Leave a comment