Pemuja.com – Tingkat pengangguran di Indonesia kembali menjadi sorotan tajam setelah melihat laporan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Laporan menunjukkan bahwa Indonesia menempati posisi pertama dalam daftar negara ASEAN dengan tingkat pengangguran tertinggi pada tahun 2024 dan awal 2025.
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, angka masyarakat menganggur yang tinggi menimbulkan pertanyaan besar.
Urutan Negara ASEAN Berdasarkan Tingkat Pengangguran
Menurut data IMF World Economic Outlook 2024, Indonesia mencatat tingkat pengangguran sebesar 5,2%, mengungguli Filipina (5,1%) dan Brunei Darussalam (4,9%).
Negara-negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Singapura, dan Thailand mencatat angka yang jauh lebih rendah, bahkan Thailand hanya berada di kisaran 1,1%.
Posisi Indonesia sebagai negara dengan masyarakat yang nganggur tertinggi di kawasan ini menjadi anomali yang patut dikaji lebih dalam, terutama mengingat besarnya populasi dan potensi ekonomi nasional.
Data Terbaru dari BPS Pengangguran Indonesia 2025
Badan Pusat Statistik mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mencapai 7,28 juta orang, dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,76%.
Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 83.450 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Angkatan kerja nasional yang mencapai 153,05 juta orang, sebagian besar masih bekerja di sektor informal, yaitu sekitar 86,58 juta orang.
Ini berarti mayoritas pekerja Indonesia tidak memiliki perlindungan kerja yang memadai, seperti kontrak resmi atau jaminan sosial.
Faktor-Faktor Penyebab Tingginya Pengangguran
Salah satu penyebab utama tingginya angka pengangguran di Indonesia adalah ketidaksesuaian antara keterampilan lulusan pendidikan dan kebutuhan industri.
Fenomena mismatch ini paling terlihat pada lulusan SMK dan sarjana, yang justru menyumbang angka pengangguran tertinggi.
BPS mencatat bahwa TPT tertinggi berasal dari lulusan SMK (8,62%), sementara pengangguran sarjana mencapai 11,28%.
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan dunia kerja yang dinamis.
Selain itu, dominasi sektor informal memperparah kondisi ketenagakerjaan. Banyak pekerja yang tidak memiliki kontrak kerja, tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sepanjang semester pertama 2025, tercatat lebih dari 42.000 kasus PHK, yang turut menyumbang lonjakan angka pengangguran.
Ketimpangan Wilayah dan Tantangan Struktural
Tingkat pengangguran juga menunjukkan ketimpangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. TPT di wilayah perkotaan tercatat sebesar 5,79%, jauh lebih tinggi dibandingkan perdesaan yang hanya 3,67%.
Hal ini mengindikasikan bahwa urbanisasi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.
Banyak penduduk kota yang justru terjebak dalam pekerjaan tidak layak atau tidak bekerja karena persaingan yang ketat dan terbatasnya lapangan kerja.
Tantangan struktural lainnya adalah rendahnya partisipasi pekerja dalam program perlindungan sosial.
Banyak pekerja yang tidak terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan, sehingga tidak memiliki jaminan jika terjadi kecelakaan kerja, PHK, atau pensiun.
Ini memperlihatkan bahwa sistem ketenagakerjaan Indonesia masih belum inklusif dan berkelanjutan.
Upaya Pemerintah Mengurangi Pengangguran
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mengatasi maslaah ini, seperti program pemagangan, Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), serta pelatihan vokasi dan digitalisasi.
Tujuannya adalah untuk mengurangi mismatch antara pendidikan dan dunia kerja, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Namun, para ekonom menekankan bahwa penurunan TPT tidak selalu berarti kondisi tenaga kerja membaik, terutama jika jumlah pengangguran absolut tetap meningkat.
Insentif bagi sektor formal juga mulai digulirkan, namun tantangan terbesar adalah menciptakan lapangan kerja yang layak dan berkelanjutan.
Reformasi ketenagakerjaan harus mencakup perbaikan regulasi, peningkatan akses terhadap pendidikan berkualitas, serta perluasan perlindungan sosial bagi seluruh pekerja.
Cerminan dari Krisis Struktural
Posisi Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di ASEAN bukan sekadar statistik, melainkan cerminan dari krisis struktural dalam sistem ketenagakerjaan nasional.
Dibutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mengubah tren ini menjadi peluang.
Tanpa reformasi yang menyeluruh, angka tersebut akan terus membayangi perjalanan pembangunan Indonesia.
Leave a comment