Pemuja.com – Dalam beberapa hari terakhir, gelombang protes yang dilakukan oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Indonesia telah menjadi berita utama.
Aksi ini merupakan respons terhadap rencana pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).
Para demonstran memandang revisi ini sebagai ancaman terhadap supremasi sipil dan demokrasi, yang menjadi fondasi bangsa pasca-reformasi.
Latar Belakang Penolakan RUU TNI
RUU TNI menuai kontroversi karena beberapa pasalnya yang dinilai membuka peluang militer untuk kembali masuk ke ranah sipil.
Kritik utama tertuju pada pasal yang memberikan kewenangan lebih besar kepada TNI untuk terlibat dalam tugas-tugas nonmiliter tanpa kontrol ketat dari institusi sipil.
Hal ini dianggap berpotensi menghidupkan kembali konsep dwifungsi ABRI, yang pernah menjadi sumber permasalahan selama masa Orde Baru.
Selain itu, proses penyusunan RUU ini juga dikritik karena dianggap tidak transparan dan minim partisipasi publik.
Mahasiswa, bersama elemen masyarakat sipil lainnya, menyerukan agar RUU ini dibatalkan atau setidaknya direvisi ulang dengan melibatkan diskusi terbuka yang melibatkan berbagai pihak.
Tuntutan Utama Mahasiswa dan Elemen Sipil
Para demonstran mengajukan beberapa tuntutan utama:
- Batalkan RUU TNI yang dinilai merugikan demokrasi
- Libatkan masyarakat sipil dan akademisi dalam revisi undang-undang
- Tingkatkan transparansi pemerintah dalam penyusunan kebijakan publik.

Kericuhan yang mewarnai demonstrasi mahasiswa
Protes ini tidak hanya berlangsung di ibu kota, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah dengan intensitas yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh insiden yang terjadi:
Surabaya (23 Maret 2025)
Di Surabaya, aksi protes dimulai dengan damai saat ribuan mahasiswa berkumpul di depan Gedung Grahadi untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Massa menyuarakan penolakan mereka melalui orasi dan membawa poster-poster yang berisi kritik terhadap RUU TNI.
Namun, suasana mulai memanas ketika mahasiswa merasa bahwa aparat tidak memberikan ruang dialog yang cukup. Kecewa dengan respons tersebut, sebagian peserta aksi mulai menyalakan api dari ban bekas sebagai bentuk simbol perlawanan.
Ketegangan semakin meningkat ketika polisi mencoba membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata. Demonstran yang frustrasi merespons dengan melemparkan batu dan benda-benda lainnya ke arah aparat.
Beberapa bagian gedung juga mengalami kerusakan akibat lemparan bom molotov yang diduga dilakukan oleh oknum tidak dikenal.
Insiden ini mengakibatkan beberapa mahasiswa luka-luka, sementara sejumlah lainnya berhasil diamankan oleh polisi.
Jakarta (24 Maret 2025)
Di ibu kota, demonstrasi berpusat di depan Gedung DPR RI. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas berbaris untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi UU TNI.
Pada awalnya, aksi berlangsung dengan damai, ditandai dengan serangkaian pidato dan orasi yang berisi kritikan tajam terhadap kebijakan pemerintah.
Namun, kericuhan tidak dapat dihindari ketika massa mencoba mendobrak barikade yang dipasang oleh aparat keamanan. Polisi menanggapi dengan penggunaan water cannon dan gas air mata untuk membubarkan kerumunan.
Bentrokan pun tak terelakkan, menyebabkan beberapa demonstran terluka, sementara puluhan lainnya diamankan oleh aparat. Para peserta aksi juga mengeluhkan adanya tindakan represif yang dianggap tidak proporsional.
Yogyakarta (24 Maret 2025)
Di Yogyakarta, massa aksi berkumpul di depan kantor DPRD DIY sejak pagi hari. Suasana sempat memanas ketika polisi mencoba membubarkan demonstrasi menjelang malam hari.
Mahasiswa yang menolak untuk pulang bertahan di lokasi aksi, menyalakan lilin sebagai simbol perlawanan damai.
Namun, ketika aparat mulai mengambil tindakan tegas, kericuhan kecil terjadi. Demonstran akhirnya berpindah ke Jalan Malioboro untuk melanjutkan aksi mereka hingga malam.
Di lokasi baru ini, mereka kembali menggelar orasi sambil menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Beberapa mahasiswa yang terluka ringan akibat bentrokan dengan aparat memilih tetap bertahan untuk melanjutkan protes.
Semarang (25 Maret 2025)
Demonstrasi di Semarang berpusat di depan Gedung DPRD Jateng. Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Jawa Tengah turun ke jalan untuk menyampaikan protes mereka.
Aksi awalnya berlangsung tertib dengan rangkaian pidato dan teatrikal jalanan yang menyindir rencana revisi UU TNI.
Namun, situasi berubah ketika sejumlah massa mencoba masuk ke gedung DPRD. Aparat keamanan bereaksi dengan menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon untuk membubarkan demonstran.
Kericuhan ini mengakibatkan beberapa mahasiswa mengalami cedera, sementara suasana di sekitar lokasi menjadi mencekam. Demonstran mengecam tindakan aparat yang dianggap represif dan tidak membuka ruang dialog.
Bandung (24 Maret 2025)
Di Bandung, ribuan mahasiswa memadati area depan Gedung DPRD Jawa Barat. Aksi ini berlangsung meriah dengan adanya orasi, pembacaan puisi, serta teatrikal yang mengkritik pemerintah.
Namun, eskalasi mulai terlihat saat mahasiswa menuntut perwakilan DPRD untuk turun dan berdialog langsung dengan massa.
Ketegangan meningkat ketika tuntutan tersebut tidak diindahkan. Sebagai respons, massa membakar ban dan mengibarkan spanduk besar bertuliskan “Batalkan RUU TNI”.
Aparat keamanan yang berjaga akhirnya mengambil tindakan dengan membubarkan massa. Dorong-dorongan antara aparat dan demonstran pun tak terhindarkan, menyebabkan sejumlah peserta aksi terluka akibat bentrokan fisik.
Sukabumi (24 Maret 2025)
Di Sukabumi, aksi demonstrasi berlangsung di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi. Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi lintas universitas memulai aksi mereka dengan melakukan long march dari kampus menuju lokasi protes. Mereka menyerukan penolakan terhadap RUU TNI melalui orasi dan poster-poster berisi tuntutan.
Kericuhan mulai terjadi ketika demonstran mencoba merobohkan pagar gedung sebagai bentuk simbolis menolak revisi UU.
Aparat keamanan yang berjaga segera mengambil tindakan dengan membubarkan massa menggunakan gas air mata.
Beberapa demonstran mengalami luka ringan akibat bentrokan, sementara sejumlah lainnya berhasil diamankan oleh aparat.
Aksi ini menunjukkan bahwa semangat mahasiswa Sukabumi sejalan dengan rekan-rekan mereka di daerah lain untuk terus memperjuangkan demokrasi.
Gelombang protes ini menjadi cerminan dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pendekatan pemerintah dalam menyusun kebijakan strategis.
Demonstrasi ini juga menunjukkan bahwa semangat reformasi masih hidup di kalangan generasi muda, yang terus berjuang untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi.
Leave a comment