Pemuja.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) resmi melarang organisasi kemasyarakatan (ormas) menggunakan seragam mirip TNI dan Polri.
Larangan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pasal 59 dan 60 mengatur sanksi administratif bagi ormas yang melanggar aturan tersebut.
Sanksi dimulai dari peringatan tertulis hingga pencabutan izin organisasi secara resmi.
Kemendagri menilai penggunaan atribut militeristik oleh ormas dapat menimbulkan keresahan publik.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, meminta kepala daerah menertibkan ormas yang melanggar aturan.
Ia menegaskan bahwa kebebasan berserikat tetap harus tunduk pada norma hukum yang berlaku.
Pemerintah juga mendorong pendataan ormas yang masih menggunakan atribut menyerupai aparat negara.
Pemuda Pancasila Angkat Bicara
Pemuda Pancasila (PP) menjadi salah satu ormas yang menanggapi larangan ini secara terbuka.
Sekjen PP, Arif Rahman, menyatakan bahwa seragam loreng oranye milik PP tidak menyerupai TNI.
Menurutnya, tidak ada tentara yang mengenakan seragam loreng berwarna oranye mencolok.
Ia menegaskan bahwa seragam PP memiliki nilai historis sejak organisasi berdiri tahun 1958.
PP didirikan oleh tokoh-tokoh militer untuk menghadapi ancaman komunisme pada masa itu.
Karena itu, PP menganggap dirinya sebagai organisasi semi-militer dengan struktur komando.
Arif meminta Kemendagri berdialog dengan ormas sebelum menerapkan larangan secara menyeluruh.
Ia menyarankan agar ada forum bersama untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi terbaik.
PP menyatakan siap mengikuti aturan jika diberlakukan secara adil dan tidak diskriminatif.
Namun, mereka menolak jika seragam khas PP disamakan dengan atribut aparat negara.
Menuju Penertiban yang Adil dan Terbuka
Larangan ini menjadi momentum untuk menata ulang peran ormas dalam ruang publik.
Pemerintah diharapkan tidak hanya menindak, tetapi juga membina dan berdialog.
Ormas seperti PP ingin tetap eksis tanpa dianggap mengancam kewenangan negara.
Penertiban atribut harus dilakukan secara transparan dan melibatkan semua pihak terkait.
Larangan ini diharapkan menjadi titik awal untuk membangun citra ormas yang lebih konstruktif dan transparan.
Peran ormas dalam pembangunan sosial sangat penting, namun harus sejalan dengan prinsip hukum dan tata negara.
Dengan penegakan aturan yang adil serta ruang dialog yang terbuka, keseimbangan antara kebebasan berserikat dan ketertiban bisa tercapai.
Hal ini juga memperkuat kesan bahwa negara hadir sebagai pembina, bukan sekadar pengawas kehidupan masyarakat sipil.
- Tak Terima Uang, Tapi Tetap Bersalah. Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara
- Pesta Rakyat Garut Berlangsung Ricuh : Tiga Meninggal Dunia
- Upacara 17 Agustus 2025: Di Jakarta Bukan Di IKN, Kenapa?
- Jaksa Selidiki Keuntungan Nadiem Makarim Kasus Chromebook
- Timnas Indonesia di Round 4: Tantang 2 Raksasa Asia
Leave a comment