Pemuja.com – Pada pertengahan tahun 2025, hubungan dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia memasuki fase penting.
Selama berbulan-bulan, Indonesia menghadapi tekanan tarif tinggi dari AS, dengan angka mencapai 32%. Kondisi tersebut mengancam stabilitas ekspor nasional, terutama bagi produk manufaktur, tekstil, dan pertanian.
Setelah melalui proses negosiasi intensif antara delegasi kedua negara, termasuk komunikasi langsung antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump, Amerika Serikat resmi menurunkan tarif impor untuk Indonesia menjadi 19%.
Komitmen dan Imbalan yang Diberikan Indonesia
Sebagai bagian dari kompromi tersebut, Indonesia menyetujui sejumlah komitmen strategis yang tidak sedikit.
Pemerintah berjanji untuk membeli energi dari Amerika Serikat senilai USD 15 miliar, serta produk pertanian seperti kedelai dan jagung dengan nilai mencapai USD 4,5 miliar.
Tak hanya itu, pemerintah uga akan mengakuisisi 50 unit pesawat Boeing, mayoritas merupakan seri 777, sebagai bagian dari langkah modernisasi armada penerbangan nasional.
Dalam ranah perdagangan, pemerintah menyatakan akan membuka pasar domestik secara luas bagi petani, peternak, dan nelayan Amerika dengan pembebasan tarif dan hambatan non-tarif.

Respon Pasar Indonesia, IHSG Meningkat Signifikan
Pengumuman penurunan tarif langsung mendapat sambutan positif dari pelaku pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat lonjakan signifikan, mencerminkan ekspektasi terhadap peningkatan ekspor dan investasi.
Secara regional, tarif impor AS terhadap Indonesia kini menjadi yang terendah di kawasan Asia, mengungguli Vietnam (20%), Malaysia (25%), dan Jepang (25%).
Meskipun penurunan menyentuh angka 19%, sebagian pelaku industri masih menganggap angka tersebut masih tinggi, tetapi penurunan ini memberikan angin segar bagi sektor perdagangan dan manufaktur dalam negeri.
Catatan Kritis dan Implikasi Jangka Panjang
Meskipun kesepakatan ini membuka peluang besar, sejumlah pengamat ekonomi menyoroti adanya ketimpangan dalam struktur perjanjian.
Akses bebas yang diberikan kepada produk-produk AS ke pasar Indonesia dinilai dapat menggerus daya saing petani dan pengusaha lokal.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan segera merancang kebijakan pendukung untuk memperkuat industri nasional agar tidak kalah dalam kompetisi pasar terbuka.
Baca Artikel Lainnya :
- Tak Terima Uang, Tapi Tetap Bersalah. Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara
- Pesta Rakyat Garut Berlangsung Ricuh : Tiga Meninggal Dunia
- Upacara 17 Agustus 2025: Di Jakarta Bukan Di IKN, Kenapa?
- Jaksa Selidiki Keuntungan Nadiem Makarim Kasus Chromebook
- Timnas Indonesia di Round 4: Tantang 2 Raksasa Asia
Leave a comment