Home Berita Makna Filosofis membawa Wayang Petruk dibelakang punggung saat Live acara Rakyat Bersuara
BeritaNasionalOpini

Makna Filosofis membawa Wayang Petruk dibelakang punggung saat Live acara Rakyat Bersuara

Share
Share

Pemuja.com – Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes, pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen kembali mengeluarkan pernyataan yang mengkritik pedas mantan penguasa.

Hal ini tersaji saat Live acara Rakyat Bersuara. Berikut pernyataanya dalam Opini Cerdas Pedas Pemuja.com berikut ini :

Saat acara Diskusi “Rakyat Bersuara” yang disiarkan secara Live dari Lantai 3 Gedung iNews Tower di kawasan Kebun Sirih Selasa malam kemarin (18/03/25 pukul 19.00-21.30 WIB), banyak komentar yang menyoroti kenapa saya sampai harus membawa Wayang Kulit ukuran Mini dan disematkan di belakang (punggung), bukan dibawa secara mencolok di depan? Itu sebenarnya semua ada makna yang sangat mendalam dalam fikosofis kehidupan masyarakat tradisional di Jawa yang sangat menghormat nilai-nilai adiluhungnya.

Live Acara “Rakyat Bersuara”

Hal ini berhubungan dengan tema acara “Rakyat Bersuara” yang dibawakan oleh Host Aiman Witjaksono malam itu, yakni “Cawe-cawe Kasus, Jokowi: Saya ada Batasnya!”.

Dimana tema tersebut didasarkan oleh sikap (geram) bekas orang nomor satu di Indonesia sesaat mendengar statemen Deddy Yevri Sitorus, Anggota DPR-RI FPDI-P, beberapa hari sebelumnya soal “utusan ke PDIP yang meminta agar dia tidak dipecat” pada tanggal 14/12/24 silam.

Dalam wawancara yang diliput oleh banyak awak media didepan rumahnya di Besaran Solo, tampak sekali mimik dan gesturnya sangat tidak terkontrol emosinya, meski berusaha ditutupinya dengan intonasi yang berusaha dibuatnya terlihat tetap kalem.

Selengkapnya kalimat bernada kesal yang diucapkannya adalah sebagai berikut: “Saya itu sudah diem lho ya, Difitnah saya diem, Dicela saya diem, Dijelekkan saya diem, Dimaki-maki saya diem, Saya ngalah terus lho, Tapi ada batasnya ya …”.

Setelah itu tampak JkW tidak berminat lagi menjawab pertanyaan-pertanyaan selanjutnya sembari terlihat sangat kecut mukanya.

Kalimat yang mengandung nada “ancaman” inilah yang kemudian banyak dibahas di berbagai media, termasuk acara diskusi andalan iNewsTV yang dipandu langsung oleh Pemimpin Redaksinya kemarin malam tersebut.

Kalimat “keras” JkW itu sebenarnya kalau dalam kebiasaan dialektika masyarakat Jawa, utamanya Jogja dan Solo, disebut “ngowah-ngowahi adat”. Alias memang bisa disebut aneh atau tidak lazim diucapkan oleh masyarakat yang menjunjung nilai-nilai kesantunan dan kesopanan.

Orang Jawa sejati tidak akan pernah mau melakukan pemilihan diksi “ancaman” semacam yang digunakan JkW itu. Karena biasanya lebih memilih sikap diam untuk mengalah, atau bisa juga dijawab dengan senyum atau tertawa.

Bahkan terkadang malah dicandain dengan kalimat “Jogetin saja” sebagaimana yang pernah juga diucapkan oleh Fufufafa beberapa waktu yang lalu.

Sikap bisa tetap menjaga diri alias “tidak perlu menampakkan emosi” tersebut tercernin juga dalam kebiasaan sehari-hari masyarakat Jawa dalam berbusana daerah ketika harus membawa Gaman / Senjata bela diri yang populer dengan sebutan Keris.

Cerita tentang keris termasuk bagaimana kisah keris legendaris buatan Mpu Gandring yang digunakan oleh Ken Arok dan Keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro yang sempat disita Belanda namun kini sudah dikembalikan ke Indonesia pernah saya tulis dalam artikel terdahulu, jadi tidak akan diulas lagi disini.

Namun, yang penting sekarang adalah bagaimana Keris tersebut dibawa atau ditempatkan sehari-hari bila menggunakan busana Daerah, khususnya Jawa.

Meski selain di Jawa keris juga terdapat di Madura, Bali, Sumatra, dan Sulawesi serta keberadaan keris sudah tercatat sejak abad ke-9 dalam relief Candi Borobudur dan Prasasti Karangtengah, namun khusus di Jawa cara menentengnyapun cukup unik, yakni diselipkan di belakang pinggang, bukan di depan.

Alasan filosofis penempatannya seperti itu adalah untuk melambangkan kerendahan hati (Artinya seorang ksatria tidak boleh menonjolkan senjatanya untuk menunjukkan kekuatan) dan Mengajarkan pengendalian diri (Artinya kerus di belakang berarti seseorang tidak boleh gegabah dalam menggunakan kekuatan).

Selanjutnya juga penempatan dibelakang punggung ini akan melambangkan kepercayaan diri dan kedewasaan (Artinya di belakang punggung menunjukkan bahwa pemiliknya siap menghadapi tantangan tanpa harus bersikap agresif) dan Menunjukkan bahwa keris adalah pusaka, bukan alat kekerasan (Karena keris lebih sebagai simbol kebijaksanaan dan kehormatan, bukan hanya sekadar senjata saja).

Jadi memang bagi Orang Jawa asli yang mengerti benar filosofi adiluhung akar budayanya tersebut, dia akan menempatkan Gaman / Alat tersebut dibalik punggungnya, bukan dengan “menantang” secara vulgar atau agresif didepan.

Inilah makna kenapa saya kemarin juga (sengaja) membawa Wayang dibelakang, tidak menampakkan nya secara atraktif didepan.

Apalagi kalau masyarakat sudah bisa memaknai kisah yang sudah saya pentaskan semenjak 2014 lalu dan kini sering saya remindering sebagai “Petruk dadi Ratu”.

Dimana terjadi pererubahan dari hanya Petruk / masyarakat biasa, Sok sederhana dan plonga-plongo, menjadi Raja yang Dzalim.

Penuh kebohongan (dengan nama “Prabu Kantong Bolong” dan “Welgeduwelbeh” dengan “Jimat Kalimasada” serta disandingkan dengan Kaos yang saya pakai bergambar “The real Kingmaker” sosok Don Corleone jaman Al Capone “The Gosfather” di era kelam tahun 50-an lalu, sudah tepatlah penggambaran sosok dia selama ini sebagai seorang yang berperilaku Jahat dan Licik kepada Rakyatnya sekedar hanya mencari keuntungan pribadi dan keluarganya.

Kesimpulannya, kalau memang Orang Jawa Asli tidak akan berperilaku “keras” menebar ancaman, meski dengan intonasi nada yang (seolah-olah) tetap dibuatnya rendah.

Apalagi sebenarnya sudah melakukan hal-hal kebohongan dan kekacauan sebagaimana “Petruk dadi Ratu” yang dzalim atau seperti “Don Corleone” yang terkenal dengan kalimatnya “Tetap menguasai meskipun sudah tidak berkuasa”.

Ingat, soal “kesabaran ada batasnya”-pun juga seharusnya dipandang dari sisi masyarakat yang menjadi korbannya.

Karena ketidaksabaran rakyat akan bisa terjadi juga kalau tidak segera dilaksanakan #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa …

)* Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen Asli Jawa – Jakarta, Kamis 20 Maret 2025

Share

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Don't Miss

Viral! Rekening Bank Diblokir Massal, Ternyata Ini Penyebabnya

Pemuja.com – Fenomena pemblokiran rekening bank secara massal tengah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Warganet dibuat geger setelah mengetahui banyak rekening dibekukan...

Pengemudi Ojek Online Akan Matikan Aplikasi pada 20 Mei 2025?

Pemuja.com – Pada tanggal 20 Mei 2025, sekitar 500 ribu pengemudi ojek online (ojol) di seluruh Indonesia akan melakukan aksi mematikan aplikasi secara...

Related Articles

Iran Balas Serangan : Rudal Hipersonik Tembus Iron Dome Israel

Pemuja.com – Ketegangan di Timur Tengah semakin memuncak setelah Iran meluncurkan serangan...

Israel Serang Teheran, Iran Ancam Serangan Balasan

Pemuja.com – Jakarta, 13 Juni 2025 – Konflik antara Israel dan Iran...

Mitsubishi Fuso dan Hino Resmi Merger!

Pemuja.com – Setelah melalui berbagai tahap negosiasi, Daimler Truck dan Toyota Motor...

Wow, Gaji Hakim Naik Hingga 280%

Pemuja.com – Mahkamah Agung (MA) resmi mengukuhkan 1.451 orang sebagai hakim pengadilan...